Tangerang, 12 Juni 2025 – Komitmen Provinsi Jambi dalam aksi iklim kini memasuki tonggak penting dengan selesainya dokumen Environmental and Social Due Diligence (ESDD) untuk Jambi Emission Reduction Program (JERP). Dokumen ini menjadi salah satu prasyarat utama bagi Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Provinsi Jambi untuk mengakses pembayaran berbasis hasil (Result-Based Payment/RBP) dari World Bank dalam skema BioCarbon Fund (BioCF) melalui Program Program Pengurangan Emisi Jambi (JERP). Lebih dari itu, dokumen ini menegaskan bahwa upaya pengurangan emisi karbon di Provinsi Jambi dilaksanakan secara adil, transparan, dan bertanggung jawab terhadap aspek sosial dan lingkungan.
ESDD bukan hanya soal angka emisi—ia bicara tentang hutan, masyarakat adat, petani kecil, dan masa depan ekologis di Jambi yang keberlanjutan. Dokumen ini bukan sekadar syarat administratif. Ia menjadi bukti tanggung jawab provinsi terhadap risiko sosial dan lingkungan, serta pijakan penting menuju transisi hijau yang adil.
Demikian hasil diskusi yang memfinalkan rancangan dokumen ESDD yang dilakukan di Tangerang, 11-12 Juni. Penyusunan dilakukan oleh pemerintah daerah Jambi, Tim Safeguard nasional dan subnasional, serta konsultan independen. Kegiatan ini juga diikuti Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK, didampingi Direktur Mobilisasi Sumber Daya Pengendalian Perubahan Iklim, Ketua Sub Nasional Project Management Unit (PMU) Jambi.
Apa itu ESDD dan Apa Fungsinya?
Environmental and Social Due Diligence (ESDD) adalah dokumen penilaian yang bertujuan mengevaluasi kesesuaian implementasi program penurunan emisi dengan standar perlindungan lingkungan dan sosial. Dokumen ini berfungsi untuk: (1) menilai kepatuhan terhadap kerangka Environmental and Social Management Framework (ESMF) dan 10 standar safeguard Bank Dunia (ESS1–ESS10), (2) mengukur efektivitas pengelolaan risiko di lapangan, (3) mengidentifikasi kesenjangan sistemik dalam pelaksanaan program, dan (4) menentukan kesiapan untuk menerima pembayaran berbasis hasil (RBP). ESDD menjadi alat penting untuk memastikan akuntabilitas, transparansi, dan inklusivitas dalam agenda iklim.
Proses Penyusunan Dokumen ESDD
Penyusunan dokumen ESDD JERP telah melalui serangkaian tahapan teknis dan konsultatif, dimulai dari pertemuan awal pada 18–19 Maret 2025, yang kemudian diperkuat dalam sesi lanjutan pada 14–15 Mei 2025. Proses ini melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai sektor di tingkat nasional, provinsi, hingga tapak.
Due diligence ini bukan untuk pemenuhan administratif, tetapi adalah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Indonesia terhadap dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari JERP. Oleh karena itu, kegiatan ini perlu menyisir data kegiatan secara teliti dan memilih 14 kegiatan sampling yang mewakili keseluruhan pendekatan.
Dokumen ini disusun berdasarkan tiga komponen utama dalam Program JERP yang tertuang dokumen Emission Reduction Program Document (ERPD), yaitu: penguatan kelembagaan dan kebijakan tata kelola hutan/lahan; pengelolaan hutan dan lahan berkelanjutan serta penguatan rantai nilai rendah emisi; serta koordinasi program, pelaporan safeguard, dan sistem pengaduan (FGRM). Evaluasi terhadap ketiga komponen ini dilakukan melalui pendekatan retrospektif, yang mencakup telaah dokumen, survei elektronik, diskusi tematik, dan konsultasi dengan lebih dari 4.300 pemangku kepentingan di seluruh 11 kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
Setiap komponen dievaluasi berdasarkan lima aspek utama: proses manajemen risiko lingkungan dan sosial, mekanisme persetujuan, pelibatan pemangku kepentingan, alokasi anggaran, dan keterbukaan informasi.
Instrumen Safeguard, FPIC, dan FGRM
ESDD juga dilengkapi dengan mekanisme Feedback and Grievance Redress Mechanism (FGRM) yang memungkinkan masyarakat, terutama kelompok rentan, perempuan, dan komunitas adat dapat menyampaikan keluhan secara transparan dan aman. FGRM ini menjadi instrumen penting dalam memastikan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dijalankan secara menyeluruh.
Penerapan FPIC telah dilakukan di 230 desa yang tersebar di 10 kabupaten/kota di Provinsi Jambi selama periode 2022–2024, dan menjadi landasan penting dalam pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat.
Di sisi konservasi, kegiatan monitoring kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) sudah dilakukan lewat patroli rutin dan pemasangan kamera trap. Ke depan, kegiatan ini akan diperkuat menjadi sistem pemantauan jangka panjang yang lebih efektif dan terstruktur. Sangat penting untuk melihat ESDD sebagai instrumen untuk memperbaiki, bukan semata mengevaluasi.
Kita tidak bisa bicara keberhasilan iklim tanpa bicara keadilan sosial. ESDD hadir sebagai penjamin bahwa tidak ada satu pihak pun yang dikorbankan dalam agenda dekarbonisasi.
Penguatan Sinergi REDD+ dan Green Growth di Jambi
Sebagai bagian dari arsitektur REDD+ nasional, pelaksanaan JERP memperlihatkan bagaimana pendekatan berbasis yurisdiksi dapat memberikan dampak nyata jika didukung oleh kelembagaan yang solid dan keterlibatan masyarakat yang bermakna. Program ini juga menunjukkan bahwa mekanisme safeguard yang kuat tidak hanya penting untuk memenuhi persyaratan donor, tetapi juga menjadi alat penting untuk membangun kepercayaan antara pemerintah, masyarakat adat, dan mitra pembangunan.
Di sisi lain, JERP juga sejalan dengan arah pembangunan rendah karbon Provinsi Jambi yang telah dirumuskan dalam Green Growth Plan (GGP). Kolaborasi antara pemerintah daerah, mitra internasional, dan aktor lokal dalam pelaksanaan JERP memperkuat posisi GGP sebagai kerangka pembangunan berkelanjutan di tingkat provinsi. Dengan sinergi ini, Jambi tidak hanya memperjuangkan target emisi, tetapi juga memastikan bahwa pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan dapat berjalan seiring.
Catatan Redaksi
Finalisasi ESDD di Provinsi Jambi menandai bukan hanya tonggak administratif, tetapi juga kemajuan substansial dalam pelaksanaan prinsip-prinsip safeguard REDD+ di Indonesia. Dokumen ini mencerminkan bagaimana kebijakan iklim global dapat diterjemahkan secara konkret dan operasional di tingkat subnasional — dengan menempatkan hak masyarakat adat, pelibatan kelompok rentan, dan tata kelola partisipatif sebagai fondasi utama.
Keberhasilan ini menjadi model pembelajaran nasional yang menunjukkan bahwa program penurunan emisi karbon tidak hanya soal angka, tetapi tentang menjamin keberlanjutan sosial dan lingkungan secara seimbang. Dengan sistem pengaduan yang berjalan, pengakuan hukum adat yang diperkuat, dan peran aktif pemangku kepentingan lokal, Jambi kini menjadi salah satu contoh paling nyata tentang bagaimana keadilan sosial dapat menjadi inti dari aksi iklim. Inilah bentuk transisi hijau yang bukan hanya efektif, tetapi juga adil.