Jambi, 3–4 September 2025 — Pemerintah Provinsi Jambi melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menggelar Rapat Koordinasi Penyusunan Emission Reduction Monitoring Report (ERMR) Tahap I untuk Jambi Emission Reduction Program (ERP) periode 2020–2022. Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam memastikan kesiapan Provinsi Jambi melangkah menuju pembayaran berbasis hasil (Result-Based Payment/RBP) melalui mekanisme kerja sama dengan World Bank.
Rapat dibuka oleh Ir. H. Sepdinal, ME selaku perwakilan Kepala Bappeda. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa penyusunan ERMR merupakan tahapan strategis dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca di Jambi. ERMR Tahap I mencakup tujuh bab dan lima lampiran yang disusun oleh tim MAR dengan kontribusi lintas bidang, termasuk safeguard, Monev, Benefit Sharing Mechanism (BSM), dan lainnya.
Hingga pertengahan 2025, program BioCarbon Fund (BIOCF) masih berada pada fase pra-investasi dengan fokus memperkuat kelembagaan dan kebijakan. Negosiasi Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) dengan World Bank tertunda karena pembaruan dokumen lingkungan, sosial, dan benefit sharing plan (BSP). Meski begitu, realisasi anggaran telah mencapai 77,2% dengan berbagai tantangan operasional di lapangan.
Dalam pembahasan dokumen ERMR, peserta rapat menyoroti pentingnya konsistensi data dengan sumber nasional seperti SignSmart dan IPSDH. Data aktivitas, terutama dari sektor pertanian dan peternakan, diharapkan dapat dilengkapi hingga tahun 2024. Tim teknis menegaskan bahwa seluruh data perubahan tutupan lahan akan disajikan dalam format matriks Excel agar memudahkan proses verifikasi dan menghindari perbedaan data.
Penyusunan BSP kini memasuki tahap finalisasi. Rencana pembagian manfaat mencakup 57% berdasarkan kinerja, 1–1,5% untuk perusahaan sawit sukarela, dan 5% bagi kelompok perhutanan sosial (PS) skala kecil. Diskusi juga menyoroti penentuan lembaga perantara (Lemtara) penyaluran manfaat dengan tiga opsi: tim pansel lokal di bawah Gubernur, lembaga pusat, atau BPDLH.
Tantangan utama terletak pada kelengkapan data penerima manfaat dan validasi lapangan. Untuk mencegah tumpang tindih, dokumen BSP dianjurkan menggunakan satu dokumen safeguard yang telah disetujui sejak 2022.
Program penurunan emisi Jambi menerapkan dua sistem safeguard, yakni OPBP untuk free investment dan ISS untuk result-based payment. Disepakati bahwa tidak perlu membuat dokumen baru, melainkan menyesuaikan panduan yang ada. Sinkronisasi antara BSP dan safeguard menjadi prioritas untuk menghindari konflik implementasi.
Pembahasan juga mencakup proses registrasi karbon di Sistem Registri Nasional (SRN) serta integrasinya dengan Carbon Asset Tracking System (CATS) milik World Bank. Semua entitas, termasuk masyarakat adat dan LSM seperti Warsi, wajib terdaftar di SRN dan memperoleh persetujuan pemerintah pusat. Diskusi menyoroti pentingnya kesiapan regulasi daerah agar mekanisme perdagangan karbon berjalan efektif.
Beragam tantangan masih dihadapi, mulai dari keterbatasan data mikro kelompok PS, perubahan kebijakan tata ruang, hingga sinkronisasi lintas sektor. Pemerintah Provinsi Jambi berkomitmen memperkuat koordinasi dan mempercepat negosiasi ERPA demi mendukung keberlanjutan pembayaran berbasis hasil.
Pembahasan pada Kamis, 4 September 2025, difokuskan pada mekanisme buffer dan risiko reversal mengacu pada SFL Buffer Requirement 2023. Sebesar 15% dari total reduksi emisi akan dialokasikan sebagai buffer account untuk mengantisipasi risiko pengembalian emisi akibat kebakaran, banjir, konflik tenurial, atau deforestasi baru.
Bab 6 ERMR memuat risk assessment, buffer tool, serta narasi keterkaitan dengan Annex 1 safeguard dan non-carbon benefit (NCB). Data baseline, emisi aktual, dan peristiwa besar seperti El Niño, kebakaran gambut, atau konflik izin menjadi komponen utama pelaporan.
Dalam sesi ini, Pak Deddy memaparkan Environmental and Social Due Diligence (ESDD) yang menilai kesesuaian program dengan standar safeguard Bank Dunia untuk periode 2022–2024. Analisis ESDD mencakup risiko lingkungan, kondisi kerja, konservasi keanekaragaman hayati, dan keterlibatan masyarakat adat.
Ketua Safeguard, Ibu Linda, menambahkan bahwa pengawasan dilakukan dua kali setahun dan akan lebih difokuskan pada pengelolaan lahan gambut untuk mencegah kebakaran dan emisi. Sementara Sahru dari tim safeguard melaporkan bahwa dokumen ESDD telah direvisi dan siap diserahkan ke Bank Dunia.
Peserta rapat memberikan berbagai masukan, termasuk pentingnya menilai dampak izin pemanfaatan hutan produksi di bawah 5 hektare, potensi konflik dengan proyek strategis nasional, dan perlunya pemantauan kegiatan rehabilitasi serta konservasi hutan.
Disepakati pula pentingnya rapat lintas bidang secara rutin guna mempercepat penyelesaian isu teknis dan koordinasi dengan kementerian pusat.
Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) menjelaskan pengembangan portal OCM (Online Collaboration Management) untuk pengumpulan data secara real-time oleh seluruh bidang dan penerima manfaat. Penggunaan drone oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) juga diusulkan guna meningkatkan akurasi pemantauan area rehabilitasi. Semua data akan disimpan minimal selama tujuh tahun sesuai ketentuan perjanjian kerja sama dengan World Bank.
Rapat juga membahas mekanisme pemberian insentif bagi pemilik sawit dalam skema perhutanan sosial. KPH diimbau melakukan pembinaan ketat agar tidak ada pelanggaran penggunaan lahan setelah SK PS diterbitkan.
Isu “jangka benah” sawit menjadi perhatian khusus karena memerlukan solusi lapangan yang realistis dan berkeadilan.
Selain penurunan emisi, Jambi juga menekankan manfaat non-karbon (NCB) seperti peningkatan mata pencaharian lokal, tata kelola hutan yang transparan, dan konservasi keanekaragaman hayati. Data pendukung NCB akan dikumpulkan oleh tim Monev dengan dukungan citra spasial dan laporan lapangan untuk memastikan akurasi klaim capaian.
Rapat koordinasi dua hari ini menghasilkan berbagai kesepakatan penting, mulai dari konsistensi data hingga sinkronisasi dokumen ERMR, BSP, dan safeguard. Dengan sinergi lintas sektor dan dukungan seluruh pemangku kepentingan, Provinsi Jambi menegaskan komitmennya menjadi contoh pelaksanaan program penurunan emisi berbasis hasil di Indonesia.
Langkah-langkah yang telah disepakati diharapkan menjadi fondasi kuat bagi keberlanjutan program BIOCF dan mempercepat tercapainya target low carbon development di Tanah Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.